©Novel Buddy
The Shattered Light-Chapter 107: – Keputusan di Ambang Kegelapan
Cahaya dan bayangan bertabrakan dalam ledakan yang mengguncang seluruh kuil. Kaelen mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh, menebas gelombang energi yang datang dari sosok misterius itu. Serina bergerak cepat di sampingnya, menghindari serangan bayangan yang melesat dari segala arah, sementara Alden mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menjaga keseimbangan medan pertempuran.
Sosok itu tertawa, suaranya menggema seperti ribuan bisikan yang menyatu. "Kalian benar-benar berpikir bisa melawan takdir? Aku telah ada sebelum dunia ini terbentuk, dan aku akan tetap ada setelah semuanya hancur."
Kaelen menahan serangan telak yang membuatnya terdorong ke belakang, kakinya menggesek lantai batu yang mulai retak. Napasnya berat, tetapi matanya tetap tajam. "Takdir bukan sesuatu yang ditentukan oleh makhluk seperti kau. Kami masih di sini, dan kami tidak akan membiarkanmu menghancurkan dunia ini."
Serina menembakkan anak panah bertubi-tubi, tetapi setiap serangannya lenyap sebelum mencapai target. Sosok itu hanya mengangkat satu tangan, dan dalam sekejap, bayangan membelit tubuh Serina, mengangkatnya ke udara.
"Serina!" Alden berteriak, berlari ke arahnya, tetapi bayangan menahannya di tempat.
Serina meronta, pedangnya berkilauan dalam cahaya redup. "Kaelen! Lakukan sesuatu!"
Kaelen bergerak cepat, melesat ke depan dengan kekuatan yang tersisa, tetapi sebelum ia bisa mendekat, sosok itu mengibaskan tangannya dan menghantam Kaelen dengan gelombang energi yang melemparkannya ke seberang ruangan.
Tubuhnya menghantam pilar batu yang mulai runtuh. Nyeri menjalar ke seluruh tubuhnya, tetapi ia memaksakan diri untuk bangkit. Matanya menangkap sosok Eryon, yang masih berdiri di tengah pusaran energi, tubuhnya setengah transparan tetapi sorot matanya penuh tekad.
Eryon menatap Kaelen. "Aku bisa menghentikannya... tapi aku butuh bantuanmu."
Kaelen mengusap darah di sudut bibirnya. "Katakan bagaimana caranya." 𝙛𝒓𝓮𝙚𝔀𝒆𝒃𝓷𝒐𝓿𝙚𝓵.𝙘𝒐𝒎
Eryon mengulurkan tangannya, dan energi dari tubuhnya mulai menyatu dengan Relik Cahaya yang melayang di udara. "Relik ini adalah sumber kekuatannya. Jika kita bisa mengarahkan energinya ke dalam dirinya sendiri, kita mungkin bisa mengakhiri ini."
Kaelen mengangguk. "Lalu kita lakukan sekarang."
Sosok itu menyadari rencana mereka dan meraung, suaranya mengguncang dinding kuil yang sudah mulai runtuh. "Kalian tidak akan berhasil! Aku adalah keseimbangan, dan aku tidak bisa dihancurkan!"
Namun, Kaelen dan Eryon sudah bergerak. Kaelen melompat ke udara, pedangnya berpendar dengan cahaya yang dipenuhi kekuatan terakhirnya. Eryon, dengan energi yang semakin berkurang, mengarahkan tangannya ke Relik Cahaya, menarik setiap serpihan energi yang masih tersisa.
Serina berhasil melepaskan diri dari bayangan dan berlari ke sisi Kaelen. "Apa pun yang akan kau lakukan, lakukan sekarang! Tempat ini akan runtuh!"
Alden melemparkan pisau kecil yang bersinar ke arah Relik, memberi celah bagi Kaelen untuk bergerak. Dengan satu teriakan penuh tekad, Kaelen mengayunkan pedangnya, menebas pusaran energi yang menyelimuti sosok itu.
Ledakan terjadi.
Cahaya dan bayangan menyatu dalam kilatan yang menyilaukan, dan dunia seolah berhenti untuk sesaat. Sosok itu mengerang, tubuhnya mulai menghilang ke dalam kegelapan, terserap kembali ke dalam Relik Cahaya.
Kaelen jatuh ke tanah, tubuhnya lelah, napasnya tersengal. Di sebelahnya, Eryon berdiri dengan tubuh yang semakin pudar. Ia menatap Kaelen dengan senyum lemah.
"Sepertinya... ini akhir dari jalanku."
Kaelen menatapnya, masih sulit mempercayai bahwa Eryon, musuh sekaligus temannya, akhirnya memilih untuk mengorbankan dirinya demi keseimbangan dunia.
Eryon menatap tangannya yang transparan, ekspresinya penuh penyesalan. "Aku berharap... segalanya bisa berjalan berbeda." Tangannya yang semakin memudar perlahan terangkat, seolah ingin menyentuh sesuatu yang tak terlihat. "Jangan buat kesalahan yang sama seperti aku."
Kaelen ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-kata terasa tersangkut di tenggorokannya. Ia hanya bisa mengangguk, menyaksikan saat Eryon akhirnya menghilang bersama cahaya terakhir dari Relik Cahaya.
Serina dan Alden mendekat, menatap puing-puing kuil yang kini benar-benar runtuh. Langit di atas mereka terbuka, memperlihatkan fajar yang perlahan muncul di cakrawala.
Serina meletakkan tangannya di bahu Kaelen. "Sudah berakhir. Kita menang."
Kaelen menghela napas panjang, menatap reruntuhan di hadapannya. "Ya... tapi berapa harga yang harus kita bayar?"
Serina meraba luka di bahunya, darah merembes melalui kain yang robek. Alden tersungkur ke tanah, napasnya pendek dan terputus-putus. Kaelen menyadari lututnya gemetar, tubuhnya kehabisan tenaga, tetapi ia tetap berdiri.
Di antara reruntuhan, kilauan samar muncul dari pecahan Relik Cahaya yang tersisa. Seolah ada sesuatu—atau seseorang—yang masih mengawasi.
Fajar mulai menyingsing di cakrawala, menyapu langit yang sebelumnya dipenuhi kegelapan. Namun, di dalam hati Kaelen, masih ada bayangan yang belum sepenuhnya sirna.